Berita Terdahulu
-
▼
2011
(374)
-
▼
Juli
(47)
- Beginilah kalau anggota MUI Pluralis. MUI Bolehkan...
- Sambut Ramadhan, Yayasan Baitul Maqdis Luncurkan S...
- Tarhib Ramadhan, sambut Ramadhan sebagai momentum ...
- Jika non Muslim melakukan teror mereka tidak diseb...
- FUI: SBY Harus Hentikan Teror Berkedok Pemberantas...
- 70 anak Muslim menjadi target serangan teroris Kri...
- Mahalnya biaya pendidikan tingkatkan angka putus s...
- Memuji politikus Hindu, pemimpin sekolah Islam leg...
- Ansyaad Mbai: "Ponpes UBK terkait dengan Umar Patek"
- Aksi Sharia4Indonesia di Bunderan HI : Stop Vaksin...
- Polisi klaim ladang ganja di Aceh sebagai sumber d...
- Teror di Norwegia dilakukan oleh Teroris Kristen F...
- Awas!! Buku Menghina Islam Dijual Bebas di Gramedi...
- Ponpes UBK Bima rilis pernyataan tentang insiden l...
- Al-Qaeda Terbitkan Film Kartun Animasi Tentang Jih...
- Paham "terorisme" berkembang dengan mudah melalui ...
- ketua BNPT lebih suka "berjualan isu terorisme" ke...
- JAT: Waspadai Upaya Adu Domba dengan Isu Terorisme...
- Menuju Kehancuran Ekonomi AS: "Saham AS Rontok"
- Nenek di Somalia Mengikat Perutnya Untuk Melawan R...
- Pidato SBY di Harlah NU yang membosankan, Ditingga...
- Terkait 'Pengkafiran' Shahabat Nabi, Gelar Doktor ...
- Di Depok, Berkembang Ajaran Mencampuradukkan Islam...
- Brimob porno eh parno, paket mencurigakan di Stasi...
- Lagi-lagi Pondok Pesantren dituduh sarang teroris
- Serangan Roket Qassam Rusak Rumah Warga Yahudi
- Sistem Pendidikan Islam Lebih Profesional
- Konferensi Khilafah Internasional Menggelora di In...
- Inilah Hasil Buruan Densus 88 dalam Sepekan
- Kasus pembunuhan Rachel Corrie tak kunjung oleh te...
- ISESCO. Madinah Ibukota Dunia Islam
- RUU Intelijen!= Lindungi Penguasa Gaya Orde Baru, ...
- Kurang Kerjaan, Intelijen Pantau Akun Facebookers
- Koalisi LSM Liberal Gusar Proses Pengadian Kasus C...
- Seperti Vampir, Lelaki ini Hisap Darah Korban
- Ansyaad Mbai: "Hard power tidak cukup untuk tanggu...
- 177 WNI di Malaysia dan 22 WNI di China terancam h...
- Tabrak lari, cara baru pemukim Israel serang warga...
- Pengadilan Banding, Ustadz Abu Bakar Baasyir Bebas
- Barat Ketakutan Dengan Konferensi Khilafah Yang Di...
- Inggris dan Jerman Akan Tarik Ratusan Tentaranya d...
- Sekjen MUI: "MUI belum keluarkan fatwa haram terka...
- Aktivis Gaza: Pasukan Komando Yunani Paksa Kami Un...
- TKI Hong Kong : SURAT BERDARAH UNTUK PRESIDEN SBY
- Presiden Israel: AS dan Obama Teman dan Sekutu Ter...
- Kontroversi Fatwa Haram Orang Kaya Menggunakan Pre...
- TKI dan Islamophobia
-
▼
Juli
(47)
Senin, 11 Juli 2011
RUU Intelijen!= Lindungi Penguasa Gaya Orde Baru, TOLAK
JAKARTA (SB News) – Sejumlah tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan pakar hukum yang tergabung dalam Koalisi Advokasi RUU Intelijen menolak rencana pengesahan Rancangan Undang-undang Intelijen Negara pada rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) 15 Juli 2011 mendatang. RUU mengandung multitafsir sehingga mengancam penegakan hukum dan hak asasi manusia.
Salah satu yang menolak adalah Advokat senior Adnan Buyung Nasution. Pakar hukum ini menilai draft RUU Intelijen Negara belum memenuhi prinsip keadilan. Pengaturan masih berorientasi pada perlindungan kepentingan publik oleh intelijen sebagai aparatur negara. Sementara kepentingan asasi individu warga negara diabaikan.
Menurutnya, indikasi itu terlihat dari munculnya sejumlah pasal yang justru membuka keleluasaan secara tidak terbatas kerja intelijen. Dia khawatir itu bisa menjadi alat kekuasaan pemerintah.
Buyung menilai RUU tersebut sengaja diselundupkan untuk kepentingan melindungi penguasa.
Buyung mempermasalahkan beberapa poin dalam RUU tersebut yang terkait wewenang intelijen dalam menangkap, menahan, dan memeriksa secara paksa.
”Saya khawatir yang membuat di belakangnya adalah orang-orang yang paranoid terhadap penegakan hukum, yang berpikir bagaimana melindungi pemerintah,” ujar Adnan Buyung saat ditemui dalam diskusi bertajuk ‘Menolak Pengesahan RUU Intelijen oleh Parlemen dan Perombakan Total RUU Keamanan Nasional,’ di Hotel Arya Duta, Jakarta Pusat, Ahad (10/7/2011).
....Saya khawatir yang membuat di belakangnya adalah orang paranoid penegakan hukum...
Apabila RUU Intelijen ini jadi disahkan, maka ada indikasi Badan Intelijen Negara (BIN) dijadikan alat oleh pemerintah yang berkuasa. “Masa Intelijen dijadikan alat pemerintah?” kata pendiri Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia itu.
Buyung menilai ada 30 pasal bermasalah dalam RUU Intelijen. Karenanya ia mendesak pemerintah dan DPR merombak total RUU tersebut. “Setidaknya ada lebih dari 30 pasal bermasalah dalam RUU intelijen. Apalagi pembahasan RUU Intelijen di parlemen belakangan ini terkesan tertutup,” ujar Buyung.
Buyung berkisah, pada 2002 silam, RUU ini pernah dibahas bersama di sebuah hotel di Bogor, Jawa Barat. Pada hari pertama, poin yang disebut-sebut merupakan hasil penyelundupan tersebut tidak ada dalam draf, namun tiba-tiba muncul pada hari kedua.
”Saat itu saya bilang, saya marah kalau ini diteruskan. Saya akan keluar dan akhirnya pertemuan itu bubar. Itu terjadi waktu zaman Hendropriyono jadi Ketua Badan Intelijen Negara,” tuturnya.
Pasal yang diselundupkan itu, menurut Adnan, melanggar demokrasi, hukum, dan hak asasi manusia. Dia melihat ada sisa-sisa pikiran Orde Baru yang mau dikembalikan lagi.
”Ada yang menyelundupkan pasal itu, harus ditanya siapa otaknya, mestinya diadili. UU Intelijen itu harus berorientasi pada kepentingan umum, untuk melindungi rakyat, bukan untuk penguasa karena bisa abuse of power,” katanya.
Sementara itu, Todung Mulya Lubis mendesak pemerintah dan DPR tak hanya menunda, tetapi mencabut RUU Intelijen dan Keamanan Nasional. "Keamanan nasional penting, tapi tidak boleh atas nama keamanan nasional, hukum, hak asasi manusia, dan demokrasi diinjak-injak," tegasnya.
Todung menambahkan, poin yang menyatakan Intelijen dapat menangkap, menahan dan memeriksa secara paksa, menginjak-injak hak asasi manusia. Poin tersebut dapat menyebabkan keamanan nasional terancam.
”Pasal 1 UU Intelijen sangat karet, multitafsir. Apa yang dimaksud dengan ancaman negara? Begitu banyak yang bisa dikatakan ancaman, seperti demokrasi, kebebasan pers, bahkan pemberantasan korupsi,” katanya.
Contoh lainnya, menurut Todung, Pasal 24 jo Pasal 39 RUU yang mengatur tentang rahasia intelijen. Penjelasan mengenai apa saja yang termasuk dalam kategori rahasia intelijen dinilai multitafsir. “Multitafsir, dengan begitu, banyak yang terancam, demokrasi, kebebasan pers, pemberantasan korupsi,” katanya.
Todung melihat UU Intelijen ini tidak bisa dilihat terpisah dengan UU Keamanan Nasional, UU Rahasia Negara dan UU lainnya yang saling berkaitan. “Kita mesti minta pada pemerintah, bukan saja menunda pembahasan RUU Intelijen, tapi mencabut, karena tidak mengajak serta publik dalam pembahasannya,” katanya. (taz/viv)
Sumber : www.voa-islam.com
Label:
DALAM NEGERI
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar