Spirit of Beyond News adalah blog berita yang mengambil berita dari beberapa situs berita online, baik itu situs berita Islam maupun situs berita umum, seluruh isi posting di luar tangggung jawab redaksi
Minggu, 26 Desember 2010

SAAT BERHARGA BAGI ANAK KITA (Agung Heru Setiawan )


Ada pepatah mengatakan bahwa, “anak kita akan hidup di jaman yang bukan jaman kita”. Tentu saja jaman kita masih kecil dulu berbeda dengan jaman anak kita. Dulu jaman orang tua kita masih anak-anak atau remaja, tentu saja belum ada internet, facebook, twitter dan sebagainya.

Kadang tanpa sadar orang tua mendidik anak terlalu feodal, kita terlalu menuntut agar anak menuruti semua keinginan orang tua, jika menolak maka akan divonis membangkang, nakal, bahkan tidak menghormati orang tua.

Alangkah seringnya kita tergelincir. Kita ingin anak kita tumbuh dengan penuh percaya diri, namun justru kita yang membunuh kepercayan dirinya sejak ia masih kanak-kanak. Kita ingin anak kita menjadi cerdas dan membanggakan, namun justru kita mencetaknya menjadi suka memberontak dalam diam. Lalu lingkungan mulai menyebutnya ”anak nakal”.

Anak adalah anugerah. Lebih dari itu, anak adalah amanah. Sebagaimana seluruh amanah yang lain, kita pun akan dimintai pertanggungjawaban dalam membesarkan dan mendidik anak kita. Dengan pendidikan yang tepat, Allah akan memberikan pahala dan kebaikan pada kita. Bahkan, sebelum kita memasuki alam barzakh, seringkali kita sebagian dari yang kita tanam itu bisa kita petik hasilnya. Sebaliknya, saat kita menyia-nyiakan amanah, bukan saja dosa yang menanti kita. Sering kali pula –kalau tidak boleh disebut selalu- kita pun menuai kesalahan kita. Dengan hari-hari tua yang kesepian, misalnya. Atau tidak pernah merasa memiliki buah hati kita kecuali mereka menjadi fitnah dunia.

Semuanya Bermula dari Niat. Dengan mengingatkan bahwa kita akan ditanya. Ditanya tentang tanggung jawab kita. Ditanya tentang apa yang kita lakukan terhadap anak kita. Maka bagi suami yang selama ini merasa semua bab dalam mendidik anak adalah tanggungjawab istri, hendaklah ia mengingat bahwa ia akan ditanya.

Di sini niat menjadi amat penting dan menentukan. Saat kita mendidik anak hanya sekedar untuk menjadi kebanggaan: ”Anak saya pintar”, ”Anak saya hebat”, ”Anak saya berprestasi”, ”Penurut”, dan sebagainya. Jika hanya karena kebanggaan, alangkah sia-sianya dihadapan Allah Azza wa Jalla. Atau kita menyayangi anak-anak kita supaya mereka nanti menyayangi kita, di hari tua. Hanya itu. Tidak ada orientasi akhirat. Tidak ada kesadaran bahwa ia adalah amanah Allah dan karenanya kita tunaikan amanah itu sebaik-baiknya. Jika hanya dunia begitu orientasi kita, hari tua atau semacamnya, kita pun akan merugi di akhirat nanti.

MEMBANGUN JIWA ANAK
Kepercayaan orangtua mempengaruhi pertumbuhan mental dan kepribadian anak. Banyak keunggulan intelektual dan sosial yang sangat dipengaruhi oleh kepercayaan yang diterima anak. Dan ini ditentukan oleh orangtua.

Karenanya sejak dalam kandungan seorang ibu harus memiliki ikatan yang kuat terhadap bayinya. Lalu saat lahir, dengan menyuarakan kalimat thayyibah atau talqin adalah bentuk penguatan, pembentukan kepercayaan, serta rasa aman yang positif buat bayi. Dengan digendong penuh kasih, diberi ASI dengan penuh cinta, dan dirawat dengan rasa sayang, si kecil akan tumbuh dengan kepercayaan diri yang baik. Berawal dari rasa aman yang dimilikinya.

Kemesraan hubungan orangtua dengan anak, akan menumbuhkan keberanian anak untuk mencoba hal-hal baru. Mengeksplorasi keingintahuannya, mengasah kecerdasannya, dan mengembangkan kemampuannya. Ia akan lebih mudah menghadapi hal-hal baru, mengungkapkan gagasan dan perasaannya, serta menghadapi masalah dengan caranya yang baru.

Penerimaan terhadap anak juga sangat mempengaruhi pembentukan mental anak. Dengan melihat dan mensyukuri kelebihan anak, meskipun sedikit, anak akan tumbuh menjadi lebih istimewa. Maafkanlah kekurangannya, atau yang menyulitkannya. Dan jangan membebani anak baik dengan menyampaikan keluhan padanya, atau membandingkannya dengan anak-anak lainnya.

Inti dari membangun jiwa anak sebenarnya adalah menata hati orangtua. Bukan anak yang harus memahami orangtua tetapi orangtualah yang perlu memahami anaknya. Maka, menghadirkan keikhlasan, mencurahkan kasih sayang, dan mendoakannya setiap malam akan lebih berpengaruh kepada jiwa anak dari sekedar mempraktekkan teknik-teknik parenting di sisi ”luar”.

MENDIDIK DENGAN KASIH SAYANG, MENGHUKUM DENGAN KASIH SAYANG
Kita telah sering mendengar dan mencoba mempraktikkan mendidik dengan kasih sayang. Namun mungkin kita belum akrab dengan istilah ”menghukum dengan kasih sayang”. Di sela-sela praktik kita mendidik anak dengan kasih sayang, kadang tanpa sadar kita memarahi mereka. Dengan serangan bertubi-tubi, keras, penuh ancaman dan reaktif. Ini justru akan membuat anak belajar mengenali bagaimana cara membuat orantua marah.

Dicontohkan oleh Fauzil Adhim, bagaimana ketika harus menghukum anak, cara Nabi. Husein, cucu Nabi yang masih kecil ketika itu, mengambil sebiji kurma sedekah. Ia masukkan ke dalam mulutnya. Begitu mengetahui, Nabi SAW segera mengeluarkan kurma itu sendiri dari mulut cucunya. Haram bagi keluarga Nabi makan sedekah. Karenanya, Nabi SAW segera bertindak agar tak ada harta haram yang tertelan oleh cucunya. Begitulah, kasih sayang tidak menghalangi ketegasan. Namun menghukum anak pun tetap dengan kasih sayang. Tidak perlu memarahinya secara agresif.
Menghukum dengan kasih sayang mengharuskan kita memperhatikan beberapa hal:
1. Ajarkan anak konsekuensi, bukan ancaman;
2. Jangan buat harga dirinya jatuh, namun buat ia menyadari kesalahannya;
3. Jangan cela dirinya, cukup perilakunya saja;
4. Jangan katakan ”jangan”.
MEMPERSIAPKAN MASA DEPAN ANAK
Orang tua perlu memiliki kesadaran akan ”hari-hari mendatang anak kita”. Zaman berkembang begitu pesat. Lebih banyak hal tak terduga yang akan terjadi. Maka, tantangan zaman akan semakin menjadi. Bukan pada aspek materi semata. Lebih dari itu degradasi moral yang bersumber dari merosotnya keimanan adalah jauh lebih lebih berbahaya. Ini harus disiapkan. Maka orangtua sejak dini harus membekali anak-anaknya dengan keimanan dan ketaqwaan.
Ini membutuhkan iman yang kuat dari para orantua. Serta perbaikan amal-amalnya. Bagaimana mungkin kita mengharapkan anak terbekali dengan keimanan seperti Ismail sementara kita sama sekali tidak memiliki karakter Ibrahim. Orangtua adalah teladan. Ia yang harus mencontohkan. Dan doa orangtua sesungguhnya sangat menentukan anak. Kesuksesan kita hari ini, keimanan kita hari ini, boleh jadi bukan karena usaha kita namun karena doa orangtua kita. Dan hal yang sama harus kita berikan pada anak-anak kita.

0 komentar:

About Me

New in Spirit Of Beyond

New in Spirit Of Beyond
PAHAM LIBERAL, “PENYERU RAHMAT ADALAH KEPARAT “

Sains and Tech

Sains and Tech
"Smartphone Nokia Terlalu Mahal"

DONASI UNTUK SPIRIT OF BEYOND

DONASI UNTUK SPIRIT OF BEYOND
Cukup klik gambar di atas, anda akan masuk ke situs adf.ly, tunggu 5 detik lalu klik tulisan Skip AD di kanan atas, Tak perlu transfer uang, Gratis

Fans Facebook